Cari Disini

Tuesday, August 20, 2013

Denda Telat Lapor Surat Pemberitahuan (SPT)

Keterlambatan penyampaian atau pelaporan SPT (Surat Pemberitahuan) baik Masa ataupun Tahunan akan dikenakan sanksi administrasi berupa Denda, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan).

Didalam Undang-Undang Perpajakan Pasal 7 ayat 1 disebutkan besarnya Denda yang dikenakan atas keterlambatan penyampaian SPT (Surat Pemberitahuan) dengan rincian sebagai berikut :
  1. SPT Masa PPN = Rp.500.000,-
  2. SPT Masa Lainnya = Rp.100.000,-
  3. SPT Tahunan WP Badan = Rp.1.000.000,-
  4. SPT Tahunan PPh WPOP = Rp. Rp.100.000,-
Pengenaan sanksi administrasi berupa dendan sebagaimana disebutkan diatas tidak dilakukan terhadap:
Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
Wajib Pajak Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
Wajib Pajak Orang Pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
Wajib Pajak Badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai ketentuan yang berlaku;
Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Monday, April 15, 2013

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206/PMK.011/2012

MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 206/PMK.011/2012
TENTANG
PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI
PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA
YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
a.
bahwa besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 telah dilakukan penyesuaian dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
b.
bahwa berdasarkan Penjelasan ketentuan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, penetapan besarnya bagian penghasilan pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan, memerhatikan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;
c.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu dilakukan penyesuaian terhadap besarnya bagian penghasilan pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan;

Mengingat
:
1.
Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4893);
2.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENETAPAN BAGIAN PENGHASILAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN DARI PEGAWAI HARIAN DAN MINGGUAN SERTA PEGAWAI TIDAK TETAP LAINNYA YANG TIDAK DIKENAKAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN.

Pasal 1
Batas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh pegawai harian dan mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008, sampai dengan jumlah Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sehari tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan.

Pasal 2
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 tidak berlaku dalam hal:
a.
penghasilan bruto kumulatif dalam 1 (satu) bulan kalender melebihi Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah); atau
b.
penghasilan dibayar secara bulanan.

Pasal 3
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan Pasal 2 tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi.

Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penghitungan Pajak Penghasilan bagi pegawai harian dan mingguan serta pegawai tidak tetap lainnya, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 5
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2008 tentang Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan dari Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap Lainnya yang Tidak Dikenakan Pemotongan Pajak Penghasilan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 6
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Desember 2012
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,



ttd



AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Monday, March 4, 2013

Cara Penyampaian SPT Tahunan 2012


  1. Secara Langsung,
    • Penyampaian SPT Tahunan secara langsung dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
      (Pasal 2 ayat (2) PER-26/PJ/2012)
      1. Melalui TPT;
        • Penyampaian SPT Tahunan harus disampaikan di TPT KPP tempat WP terdaftar dalam hal :
          (Pasal 2 ayat (3) PER-26/PJ/2012)
          1. SPT Tahunan LB;
          2. SPT Tahunan pembetulan;
          3. SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT; dan/atau
          4. SPT Tahunan dalam bentuk e-SPT
      2. Melalui Pojok pajak/mobil pajak/dropbox dimana saja
        • Yang dapat disampaikan melalui Pojok pajak/mobil pajak/dropbox dimana saja adalah untuk SPT Tahunan selain : SPT Tahunan LB, SPT Tahunan pembetulan, atau SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT
    • Penyampaian SPT Tahunan secara langsung dilakukan tidak dalam amplop atau kemasan lainnya
      (Pasal 2 ayat (4) PER-26/PJ/2012)
  2. Melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar
    • Penyampaian SPT Tahunan melalui pos dilakukan dalam amplop tertutup yang telah dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan (format terlampir) yang berisi data sebagai berikut:
      (Pasal 2 ayat (5) PER-26/PJ/2012)
      1. Nama Wajib Pajak;
      2. NPWP;
      3. Tahun Pajak;
      4. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
      5. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke- ...);
      6. Perubahan Data (Ada/Tidak Ada);
      7. Nomor Telepon;
      8. Pernyataan; dan
      9. Tanda Tangan WP.
  3. Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat WP terdaftar
    • Penyampaian SPT Tahunan melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dilakukan dalam amplop tertutup yang telah dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan (format terlampir) yang berisi data sebagai berikut:
      (Pasal 2 ayat (5) PER-26/PJ/2012)
      1. Nama Wajib Pajak;
      2. NPWP;
      3. Tahun Pajak;
      4. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
      5. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke- ...);
      6. Perubahan Data (Ada/Tidak Ada);
      7. Nomor Telepon;
      8. Pernyataan; dan
      9. Tanda Tangan WP.
  4. E-filling melalui website DJP (www.pajak.go.id) atau penyedia jasa ASP
Tata cara penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan selengkapnya serta keterangan dan/atau dokumen lain yang disyaratkan sebagai kelengkapan SPT dapat dilihat pada PER - 26/PJ/2012.

PER-26/PJ/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-26/PJ/2012
TENTANG
TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN
TAHUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang : bahwa dalam rangka meningkatkan efisiensi penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan dan meningkatkan kepastian hukum kepada Wajib Pajak sehubungan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 7 TAHUN 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 534/KMK.04/2000 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan serta Keterangan dan atau Dokumen yang Harus Dilampirkan;
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007 tentang Bentuk dan Isi Surat Pemberitahuan, serta Tata Cara Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.03/2009;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 185/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan;
6. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-214/PJ./2001 tentang Keterangan dan/atau Dokumen Lain yang Harus Dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan;
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-179/PJ/2007 tentang Tempat Lain yang Dapat Digunakan untuk Menerima Surat Pemberitahuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ./2009;
8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-81/PJ./2007 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, dan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 Tahun 2007 beserta Petunjuk Pengisiannya sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-39/PJ./2008;
9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-47/PJ./2008 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dan Penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan Surat Pemberitahuan Tahunan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP);
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2009 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan dalam Bentuk Elektronik;
11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya;
12. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2011 tentang Percepatan Perekaman Surat Pemberitahuan (SPT);
13. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-39/PJ/2011 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menggunakan Formulir 1770S atau 1770SS secara e-Filing melalui Website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id );
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENERIMAAN DAN PENGOLAHAN SURAT PEMBERITAHUAN TAHUNAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Surat Pemberitahuan Tahunan yang selanjutnya disebut dengan SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu tahun pajak atau bagian tahun pajak yang meliputi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (SPT 1770, SPT 1770 S, SPT 1770 SS), SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT 1771 dan SPT 1771/$), termasuk SPT Tahunan Pembetulan.
2. SPT Tahunan Elektronik yang selanjutnya disebut dengan e-SPT Tahunan adalah data SPT Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh Wajib Pajak dengan menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
3. SPT Tahunan Lengkap adalah SPT Tahunan yang semua elemen SPT Induk dan lampirannya telah diisi dengan lengkap, SPT Induk telah ditandatangani oleh Wajib Pajak atau kuasanya, telah dilengkapi dengan lampiran khusus, keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan, serta, dalam hal e-SPT Tahunan, e-SPT Tahunan dapat diproses dalam Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.
4.e-Filing adalah suatu cara penyampaian SPT atau penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan secara elektronik yang dilakukan secara on-line yang real time melalui website Direktorat Jenderal Pajak (www.pajak.go.id ) atau Penyedia Jasa Aplikasi atau Application Service Provider (ASP).
5. Tempat Pelayanan Terpadu yang selanjutnya disebut dengan TPT adalah tempat pelayanan perpajakan yang terintegrasi pada KPP termasuk Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) untuk memberikan pelayanan perpajakan.
6. Pojok Pajak, Mobil Pajak atau Tempat Khusus Penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan (Drop Box) adalah tempat lain yang dapat digunakan untuk menerima SPT Tahunan/e-SPT Tahunan.
7. Media Eletronik adalah sarana penyimpan data digital yang dapat dibaca oleh Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.
8. Tanda Terima SPT adalah tanda bukti penerimaan SPT Tahunan yang diberikan petugas kepada Wajib Pajak.
9. Pengolahan SPT adalah serangkaian kegiatan yang meliputi penelitian SPT dan perekaman SPT.
10. Penelitian kelengkapan SPT adalah kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT Tahunan dan lampiran-lampirannya serta kelengkapan lampiran yang disyaratkan.
11. Perekaman SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memasukkan semua unsur SPT ke dalam basis data perpajakan dengan cara antara lain merekam, uploading, dan/atau memindai (scanning).
12.Loading adalah kegiatan memindahkan data/ informasi digital dari media elektronik/jaringan komunikasi data ke Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 2
(1) Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara:
a. langsung
b. dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar;
c. dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar;
d.e-Filing melalui website Direktorat Jenderal Pajak (vvww.pajak.go.id) atau Penyedia Jasa Aplikasi/Application Service Provider (ASP).
(2) Penyampaian SPT Tahunan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebut di atas dapat dilakukan di TPT, Pojok Pajak, Mobil Pajak atau Drop Box di mana saja yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Penyampaian SPT Tahunan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus disampaikan di TPT KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, dalam hal:
a. SPT Tahunan lebih bayar;
b. SPT Tahunan pembetulan;
c. SPT Tahunan yang disampaikan setelah batas waktu penyampaian SPT; dan/atau
d. SPT Tahunan dalam bentuk e-SPT;
(4) Penyampaian SPT Tahunan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan tidak dalam amplop atau kemasan lainnya
(5) Penyampaian SPT Tahunan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau huruf c dilakukan dalam amplop tertutup yang telah dilekati lembar informasi amplop SPT Tahunan yang berisi data sebagai berikut:
a. Nama Wajib Pajak;
b. Nomor Pokok Wajib Pajak;
c. Tahun Pajak;
d. Status SPT (Nihil/Kurang Bayar/Lebih Bayar);
e. Jenis SPT (SPT Tahunan/SPT Tahunan Pembetulan Ke- ...);
f. Perubahan Data (Ada/Tidak Ada);
g. Nomor Telepon;
h. Pernyataan; dan
i. Tanda Tangan Wajib Pajak.
(6) Format lembar informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilekatkan pada amplop SPT Tahunan mengacu pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(7) Dalam hal Wajib Pajak mengalami perubahan data, Wajib Pajak harus mengisi dan melampirkan lembar perubahan data identitas Wajib Pajak.
Pasal 3
SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap apabila:
1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan nama Wajib Pajak tidak dicantumkan dalam SPT Induk dengan benar, lengkap dan jelas;
2. SPT Induk tidak ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya;
3. SPT Induk ditandatangani oleh kuasa Wajib Pajak tetapi tidak dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus atau SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ditandatangani oleh ahli waris tetapi tidak dilampiri dengan Surat Keterangan Kematian dari Instansi yang berwenang;
4. Terdapat elemen SPT Induk yang diisi tidak lengkap;
5. SPT Tahunan Kurang Bayar tetapi tidak dilampiri dengan bukti pelunasan berupa SSP yang sesuai;
6. SPT Tahunan tidak atau kurang disertai dengan lampiran pada Formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV butir I.A, butir II.A, butir III.A dan butir IV.A pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
7. SPT Tahunan tidak atau kurang disertai dengan Lampiran Keterangan dan/atau Dokumen yang Disyaratkan sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV butir I.A s.d. butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B atau butir I.C s.d. butir IV.C pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
8. Lampiran "Daftar Harta dan Kewajiban Pada Akhir Tahun dan Daftar Susunan Anggota Keluarga" dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
9. Lampiran "Daftar Pemegang Saham/ Pemilik Modal dan Daftar Susunan Pengurus dan Komisaris" dalam SPT Tahunan PPh Badan dilampirkan tetapi diisi tidak lengkap;
10. Terdapat Lampiran Khusus sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IV butir I.A s.d. butir IV.A atau butir I.B s.d. butir IV.B atau butir I.C s.d. butir IV.C pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang diisi tidak lengkap;
11. SPT Induk hasil cetakan dari aplikasi e-SPT Tahunan yang disampaikan oleh Wajib Pajak tidak dilampiri dengan media elektronik yang berisi data digital SPT Tahunan;
12. e-SPT Tahunan yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik, tetapi isi datanya tidak sesuai dengan SPT Induk hasil cetakan yang disampaikan oleh Wajib Pajak;
13. e-SPT Tahunan yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik tetapi tidak dapat di-load pada aplikasi Sistem Informasi Perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak;
14. e-SPT Tahunan yang data digitalnya disampaikan dengan menggunakan media elektronik tetapi elemen-elemen datanya tidak diisi atau diisi tetapi tidak lengkap;
15. e-SPT Tahunan yang data digitalnya disampaikan melalui e-filing tetapi elemen-elemen data digitalnya tidak diisi atau diisi tetapi tidak lengkap.
Pasal 4
(1) Dalam hal SPT Tahunan yang diterima merupakan SPT Tahunan Wajib Pajak yang terdaftar di KPP penerima SPT Tahunan tersebut dan disampaikan secara langsung, maka Petugas Penerima SPT Tahunan melakukan penelitian kelengkapan SPT.
(2) Berdasarkan penelitian kelengkapan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
a. apabila SPT Tahunan lengkap maka SPT diterima dan kepada Wajib Pajak diberikan tanda terima SPT;
b. apabila SPT Tahunan tidak lengkap maka SPT Tahunan dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai dengan lembar penelitian SPT Tahunan.
(3) Dalam hal SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan SPT Tahunan Pembetulan, maka:
a. penelitian kelengkapan SPT dilakukan oleh Account Representative;
b. selain penelitian kelengkapan SPT tersebut, dilakukan penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan sesuai dengan Pasal 8 ayat (1), ayat (1a) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009.
(4) Apabila SPT Tahunan Pembetulan sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak lengkap dan/atau tidak memenuhi syarat penyampaian SPT Pembetulan, maka SPT dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai dengan lembar penelitian SPT Tahunan.
(5) Dalam hal SPT Tahunan yang diterima merupakan SPT Tahunan yang disampaikan secara langsung tetapi Wajib Pajak tidak terdaftar di KPP penerima SPT Tahunan tersebut, maka Petugas Penerima SPT Tahunan memberikan tanda terima SPT tanpa melakukan penelitian kelengkapan SPT.
(6) Dalam hal SPT Tahunan yang diterima merupakan SPT Tahunan yang disampaikan melalui pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c, tanda bukti dan tanggal pengiriman surat dianggap sebagai tanda terima dan tanggal penerimaan SPT Tahunan sepanjang SPT Tahunan tersebut telah lengkap.
(7) Dalam hal SPT Tahunan disampaikan secara langsung oleh Wajib Pajak yang tidak terdaftar di KPP tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (5), penelitian kelengkapan SPT Tahunan dan penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan oleh KPP tempat Wajib Pajak terdaftar
(8) Dalam hal KPP menerima SPT Tahunan Wajib Pajak yang tidak terdaftar pada KPP tersebut, KPP wajib mengirimkan SPT Tahunan tersebut kepada KPP tempat Wajib Pajak Terdaftar dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak SPT Tahunan diterima.
(9) Terhadap SPT Tahunan yang disampaikan di KP2KP maka KP2KP wajib mengirimkan SPT Tahunan ke KPP atasannya dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak SPT diterima.
(10) Dalam hal KPP menerima SPT Tahunan Wajib Pajak yang tidak terdaftar pada KPP tersebut melalui KP2KP di bawahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPP wajib mengirimkan SPT Tahunan tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak SPT diterima dari KP2KP.
Pasal 5
(1) Apabila berdasarkan penelitian syarat penyampaian SPT Tahunan Pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7), SPT Tahunan Pembetulan tidak memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 8 ayat (1), ayat (1a) dan ayat (6) Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009, maka KPP mengirimkan Surat Pembatalan Tanda Terima SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
(2) Apabila berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (7) SPT Tahunan dinyatakan tidak lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka KPP mengirimkan Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan beserta Formulir Surat Jawaban atas Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
(3) Apabila diketahui bahwa isi amplop SPT Tahunan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) huruf b dan huruf c Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini bukan merupakan SPT Tahunan, maka KPP mengirimkan Surat Pembatalan Tanda Terima SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
(4) Atas permintaan kelengkapan SPT Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak harus menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan.
(5) Dalam hal Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan telah dikirimkan sesuai dengan alamat Wajib Pajak namun surat tersebut tidak sampai kepada Wajib Pajak dan diterima kembali oleh KPP maka jangka waktu bagi Wajib Pajak untuk menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan adalah paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya kembali Surat Permintaan Kelengkapan SPT Tahunan dari pos atau perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir oleh KPP.
(6) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau ayat (5) Wajib Pajak tidak menyampaikan kelengkapan SPT Tahunan, maka SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
(7) Terhadap SPT Tahunan yang telah dilakukan penelitian kelengkapan SPT Tahunan dan dinyatakan lengkap, dilakukan perekaman dalam rangka penerimaan SPT Tahunan.
(8) Apabila berdasarkan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diketahui bahwa:
a. SPT Tahunan yang menyatakan lebih bayar disampaikan setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur secara tertulis; atau
b. SPT Tahunan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak,
maka SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
(9) Dalam hal SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau ayat (8), KPP harus menyampaikan surat pemberitahuan kepada Wajib Pajak yang menyatakan bahwa SPT Tahunan dianggap tidak disampaikan.
(10) Apabila berdasarkan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diketahui bahwa Wajib Pajak salah mengisi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) maka KPP mengirimkan Surat Pembetulan Tanda Terima SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
(11) Apabila berdasarkan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diketahui bahwa Wajib Pajak menyampaikan SPT Tahunan lebih dari satu kali maka KPP mengirimkan Surat Pembatalan Tanda Terima SPT Tahunan kepada Wajib Pajak.
(12) Terhadap SPT yang telah dilakukan perekaman sebagaimana dimaksud pada ayat (6), dilakukan perekaman isi SPT Tahunan.
Pasal 6
(1) Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan SPT Tahunan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
(2) Tanda Terima SPT Tahunan adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini;
(3) Keterangan dan/atau dokumen lain yang disyaratkan sebagai kelengkapan SPT adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 7
Dengan ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ./2009 tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-48/PJ/2011 dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2013.




Monday, January 21, 2013

PER-24/PJ/2012

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER-24/PJ/2012

TENTANG

BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang:bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Bentuk, Ukuran, Tata Cara Pengisian Keterangan, Prosedur Pemberitahuan dalam rangka Pembuatan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak;
Mengingat:1.Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2.Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
3.Peraturan Pemerintah Nomor 1 TAHUN 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun; 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) ;
4.Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak;

MEMUTUSKAN

Menetapkan:PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG BENTUK, UKURAN, TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN, PROSEDUR PEMBERITAHUAN DALAM RANGKA PEMBUATAN, TATA CARA PEMBETULAN ATAU PENGGANTIAN, DAN TATA CARA PEMBATALAN FAKTUR PAJAK.

Pasal 1
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang dimaksud dengan:
1.Pajak adalah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2.Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 TAHUN 2009.
3.Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 TAHUN 2009.
4.Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
5.Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak yang meliputi seluruh penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak dan atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.
6.Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai .
7.Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan:
a.penyerahan Barang Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
1)melalui suatu tempat penjualan eceran atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2)dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
3)pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan atau membawa Barang Kena Pajak yang dibelinya; atau
b.penyerahan Jasa Kena Pajak dengan cara sebagai berikut:
1)melalui suatu tempat penyerahan jasa secara langsung kepada konsumen akhir atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
2)dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
3)pada umumnya pembayaran atas penyerahan Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.
8.Nomor Seri Faktur Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
9.Faktur Pajak Tidak Lengkap adalah Faktur Pajak yang tidak mencantumkan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan/atau mencantumkan keterangan tidak sebenarnya atau sesungguhnya dan/atau mengisi keterangan yang tidak sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
10.Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan, penertiban administrasi, pengawasan, dan untuk menguji pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif Pengusaha Kena Pajak.
11.Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
12.Kode Aktivasi adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat pemberitahuan kode aktivasi.
13.Password adalah kode yang berupa karakter yang dapat terdiri dari angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang diberikan Direktorat Jenderal Pajak kepada PKP melalui surat elektronik (email).

Pasal 2
(1)Faktur Pajak harus dibuat pada:
a.saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
b.saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c.saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
d.saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai; atau
e.saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(2)Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
Pasal 3
(1)Bentuk dan ukuran Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP.
(2)Bentuk dan ukuran Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat sebagaimana contoh pada Lampiran lA dan Lampiran IB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 4
(1)Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP.
(2)Faktur Pajak paling sedikit dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut:
a.Lembar ke-1, disampaikan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak.
b.Lembar ke-2, untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur Pajak.
(3)Dalam hal Faktur Pajak dibuat lebih dari yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka harus dinyatakan secara jelas peruntukannya dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan.
Pasal 5
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan:
a.nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b.nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
c.jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
d.Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e.Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
f.kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g.nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Pasal 6
(1)Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 wajib diisi secara lengkap, jelas dan benar serta ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya.
(2)Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
(3)Alamat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan huruf b harus diisi sesuai dengan alamat yang sebenarnya atau sesungguhnya .
(4)Dalam hal alamat PKP yang sebenarnya atau sesungguhnya berbeda dengan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP, maka PKP harus memberitahukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan untuk meminta perubahan alamat dalam Surat Keterangan Terdaftar atau Surat Pengukuhan PKP agar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya atau sesungguhnya.
(5)Jenis barang atau jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c harus diisi dengan keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan.
(6)Dalam hal diperlukan, PKP dapat menambahkan keterangan lain dalam Faktur Pajak selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5.
(7)Tata cara pengisian keterangan pada Faktur Pajak adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 7
(1)PKP harus membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 16 (enam belas) digit yaitu:
a.2  (dua) digit Kode Transaksi;
b.1 (satu) digit Kode Status; dan
c.13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Pasal 8
(1)PKP mengajukan surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sesuai dengan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran IVA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak Inl.
(2)Surat permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan lengkap dan disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
(3)Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Kode Aktivasi dan Password ke PKP dalam hal PKP memenuhi syarat sebagai berikut:
a.PKP telah dilakukan Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP terdaftar berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 dan perubahannya dan laporan hasil registrasi ulang verifikasi menyatakan PKP tetap dikukuhkan; atau
b.PKP telah dilakukan verifikasi berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 73/PMK.03/2012.
(4)Dalam hal PKP memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Pelayanan Pajak:
a.menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dan dikirim melalui pos dalam amplop tertutup ke alamat PKP; dan
b.mengirimkan Password melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
(5)Surat pemberitahuan Kode Aktivasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut:
a.Lembar ke-1, disampaikan kepada PKP.
b.Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
(6)Dalam hal PKP tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana diatur dalam Lampiran IVC yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut:
a.Lembar ke- 1, disampaikan kepada PKP.
b.Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
(7)Dalam hal surat pemberitahuan Kode Aktivasi dan surat pemberitahuan penolakan tidak diterima oleh PKP dan kembali pos (kempos), Kantor Pelayanan Pajak akan memberitahukan informasi tersebut melalui surat elektronik (email) ke alamat email PKP yang dicantumkan dalam surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
(8)PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan/atau ayat (7) dapat mengajukan kembali surat permohonan Kode Aktivasi dan Password ke Kantor Pelayanan Pajak setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan/atau telah menyampaikan surat pemberitahuan perubahan alamat ke Kantor Pelayapan Pajak sesuai dengan prosedur pemberitahuan perubahan alamat.
(9)Dalam hal PKP tidak menerima Password sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b karena kesalahan penulisan alamat email pada Surat Permohonan Kode Aktivasi dan Password, PKP harus mengajukan permohonan update email.
(10)Surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang hilang dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dengan melampirkan fotokopi surat keterangan kehilangan dari kepolisian dan bukti penerimaan surat; dari Kantor Pelayanan Pajak atas surat permohonan Kode Aktivasi dan Password.
(11)Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Kode Aktivasi atau surat pemberitahuan penolakan Kode Aktivasi dan Password dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima.
(12)Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat pemberitahuan; Kode Aktivasi dicetak, DJP dapat melakukan aktivasi kembali (re-aktivasi) atas Kode Aktivasi yang telah dimiliki oleh PKP melalui surat pemberitahuan Kode Aktivasi yang dikirim melalui pos ke alamat; PKP yang bersangkutan.
Pasal 9
(1)PKP menyampaikan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVD yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
(2)Surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak harus diisi secara lengkap dan disampaikan langsung ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan.
(3)Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Lampiran IVE yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini ke PKP yang telah memenuhi syarat sebagai berikut:
a.telah memiliki Kode Aktivasi dan Password; dan
b.telah melaporkan SPT Masa PPN untuk 3 (tiga) masa pajak terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.
(4)PKP yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), tidak dapat diberikan Nomor Seri Faktur Pajak.
(5)Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani oleh Kepala Seksi Pelayanan atas nama Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan dibuat dalam 2 (dua) rangkap yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut:
a.Lembar ke- 1, disampaikan kepada PKP.
b.Lembar ke-2, untuk arsip Kantor Pelayanan Pajak.
(6)Surat pemberitahuan Nomor Seri Faktur Pajak yang hilang, rusak, atau tidak tercetak dengan jelas, dapat dimintakan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak dengan menunjukkan surat permintaan Nomor Seri Faktur Pajak.
Pasal 10
(1)PKP yang membuat Faktur Pajak dengan menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak ganda atau Nomor Seri Faktur Pajak yang sama lebih dari 1 (satu) dalam tahun pajak yang sama, maka seluruh Faktur Pajak dengan Nomor Seri Faktur Pajak tersebut termasuk Faktur Pajak Tidak Lengkap.
(2)Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak digunakan dalam suatu tahun pajak tertentu dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan bersamaan dengan SPT Masa PPN Masa Pajak Desember tahun pajak yang bersangkutan dengan menggunakan formulir sebagaimana diatur dalam Lampiran IVF yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 11
(1)Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada di luar wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP yang bersangkutan harus mengajukan permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ke Kantor Pelayanan Pajak yang membawahi tempat kegiatan usaha PKP yang baru dengan menunjukkan asli pemberitahuan Kode Aktivasi dari Kantor Pelayanan Pajak sebelumnya.
(2)Dalam hal PKP pindah tempat kegiatan usaha yang wilayah kerjanya berada di luar wilayah Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan sebelumnya, maka PKP masih dapat menggunakan Nomor Seri Faktur Pajak yang belum digunakan.
Pasal 12
Dalam hal PKP melakukan pengisian Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, maka Faktur Pajak yang diterbitkan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Pasal 13
(1)Nama yang berhak menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g harus diisi sesuai dengan kartu identitas yang sah, yaitu Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi, atau Paspor, yang berlaku pada saat Faktur Pajak ditandatangani.
(2)PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) .
(4)Dalam hal terjadi perubahan pejabat/pegawai yang berhak menanda tangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka PKP wajib menyampaikan; pemberitahuan secara tertulis atas perubahan tersebut kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lambat pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai pengganti mulai menandatangani Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VB yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(5)Dalam hal PKP melakukan pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang, maka pejabat/pegawai yang telah ditunjuk di tempat-tempat kegiatan usaha sebelum pemusatan masih dapat menandatangani Faktur Pajak yang diterbitkan setelah pemusatan yang dicetak di tempat-tempat kegiatan usaha masing-masing.
(6)Dalam hal PKP tidak atau terlambat menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat PKP dikukuhkan atau tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4), maka Faktur Pajak yang diterbitkan oleh PKP sampai dengan diterimanya pemberitahuan merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap.
Pasal 14
Faktur Penjualan yang memuat keterangan sesuai dengan keterangan dalam Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan pengisiannya sesuai dengan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Pasal 15
(1)Atas Faktur Pajak yang rusak, salah dalam pengisian, atau salah dalam penulisan, sehingga tidak memuat keterangan yang lengkap, jelas, dan benar, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak tersebut dapat menerbitkan Faktur Pajak pengganti yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)Atas Faktur Pajak yang hilang, baik PKP yang menerbitkan maupun pihak yang menerima Faktur Pajak tersebut; dapat membuat copy dari arsip Faktur Pajak; yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf 8 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(3)Dalam hal terdapat pembatalan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajak-nya telah diterbitkan, PKP yang menerbitkan Faktur Pajak harus melakukan pembatalan Faktur Pajak yang tata caranya diatur dalam Lampiran VI huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4)Penerbitan Faktur Pajak pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pembatalan Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan masih dapat dilakukan pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(5)Pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
(6)Pembeli Barang Kena Pajak dan/atau Penerima Jasa Kena Pajak yang telah melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Pertambahan Nilai pada Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan oleh PKP Penjual, harus melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan, sepanjang terhadap Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dimana Faktur Pajak yang diganti atau dibatalkan tersebut dilaporkan belum dilakukan pemeriksaan, belum dilakukan pemeriksaan bukti permulaan yang bersifat terbuka, dan/atau PKP belum menerima Surat Pemberitahuan Hasil Verifikasi.
Pasal 16
(1)PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2)PKP yang menerbitkan Faktur Pajak setelah melewati jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak saat Faktur Pajak seharusnya dibuat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dianggap tidak menerbitkan Faktur Pajak.
(3)PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak yang menerima Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalamnya sebagai Pajak Masukan.
Pasal 17
(1)PKP yang menerbitkan Faktur Pajak Tidak Lengkap dikenai sanksi administrasi sesuai dengan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
(2)Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah dalam hal Faktur Pajak tidak memuat keterangan mengenai:
a.Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; atau
b.Nama, alamat, dan Nomor; Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau; penerima Jasa Kena Pajak, serta nama dan tandatangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak untuk Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
(3)PKP Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak tidak dapat mengkreditkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum di dalam Faktur Pajak Tidak Lengkap sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2b) dan ayat (8) huruf f Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
Pasal 18
(1)Nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak Khusus oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 16E Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri diatur secara tersendiri mengikuti ketentuan yang mengatur tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian permintaan kembali Pajak Pertambahan Nilai barang bawaan orang pribadi pemegang paspor luar negeri.
(2)Kode dan nomor seri Faktur Pajak yang digunakan untuk penomoran Faktur Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e angka 2 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak mengikuti ketentuan penomoran Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini .
Pasal 19
(1)Terhitung mulai tanggal 1 April 2013 seluruh Pengusaha Kena Pajak wajib menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2)Permohonan Kode Aktivasi dan Password sebagaimana diatur dalam Pasal 8 dan permintaan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dapat diajukan oleh PKP mulai tanggal 1 Maret 2013.
Pasal 20
Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Pembuatan dan Tata Cara Pembetulan atau Penggantian Faktur Pajak, Peraturan Direktur Jenderal Pajak NomorPER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
Pasal 21
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku:
a.Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-13/PJ/2010 Tentang Bentuk, Ukuran, Prosedur Pemberitahuan dalam Rangka Pembuatan, Tata Cara Pengisian Keterangan, Tata Cara Pembetulan atau Penggantian, dan Tata Cara Pembatalan Faktur Pajak sebagaimana telah diubah; dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-65/PJ/2010 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
b.Ketentuan-ketentuan lain yang mengatur tentang Faktur Pajak sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, dinyatakan tetap berlaku.
Pasal22
Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 April 2013.



Ditetapkan di Jakarta,
pada tanggal 22 November 2012
DIREKTUR JENDERAL PAJAK



A. FUAD RAHMANY
NIP 195411111981121001