Cari Disini

Friday, April 13, 2012

Menghitung PPh dengan Norma Perhitungan Ph Neto

Dalam melakukan perhitungan pajak penghasilan pada akhir tahun, wajib pajak dapat menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto. Penggunaan norma perhitungan penghasilan neto tersebut diatur dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-536/PJ./2000. Penggunaan Norma Perhitungan ini lebih simple untuk menghitung pajak penghasilan, karena untuk mencari penghasilan Neto cukup dengan mengalikan Prosentase Norma dengan Penghasilan Bruto.

Norma perhitungan penghasilan neto diperkenankan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran usaha dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp.600.000.000,- (Enam Ratus Juta Rupiah). Wajib pajak yang ingin menggunakan Norma Perhitungan ini wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jendral Pajak paling lama 3 (tiga) bulan. Pemberitahuan yang diterima sesuai ketentuan dianggap disetujui, kecuali apabila setelah dilakukan pemeriksaan, wajib pajak dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan norma perhitungan penghasilan neto.

Norma Perhitungan Penghasilan Neto dikelompokkan berdasarkan wilayah sebagai berikut :
10 Ibu Kota Propinsi yaitu : Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak.
Ibu Kota Propinsi lainnya.
Daerah lainnya.

Jika Wajib Pajak orang pribadi memiliki usaha atau pekerjaan bebas lebih dari satu, maka norma perhitungan tersebut diterapkan pada masing-masing usaha atau pekerjaan bebas. Selanjutnya, penghasilan neto yang didapat dari masing-masing usaha dijumlahkan untuk menghasilkan penghasilan neto wajib pajak dalam satu tahun. Penjumlahan penghasilan neto itulah yang digunakan sebagai untuk perhitungan pajak penghasilan, tentunya setelah dikurangi dengan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Contoh penggunaan Norma Perhitungan Penghasilan Neto :

1. Wajib Pajak A menikah dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, istri tidak bekerja. WP A tinggal di Jakarta dan memiliki usaha Rotan di Cirebon. Selain usaha rotan WP A juga seorang dokter di Jakarta.
Peredaran Usaha Rotan (setahun) = Rp.40.000.000,-
Penerimaan Bruto sebagai Dokter = Rp.72.000.000,-

Penghasilan Neto dihitung sebagai berikut :
- Dari Industri Rotan : 12,5% x Rp.40.000.000,- = Rp.5.000.000,-
- Dari Sebagai Dokter : 45% x Rp.72.000.000,- = Rp.32.400.000,-
- Jumlah Penghasilan Neto = Rp.37.400.000,-

PPh = Ph Neto - PTKP
PPh = Rp.37.400.000 - Rp.21.120.0000 = Rp.16.280.000,-

PPh terutang = 5% x Rp.16.280.000,- = Rp.814.000,-


Daftar Prosentase Norma Perhitungan untuk Peredaran Usaha, Penerimaan Bruto, Pekerjaan Bebas kurang dari Rp.600.000.000,- : Download


Monday, April 9, 2012

Saat Terutangnya PPN

Saat terutangnya PPN diatur dalam Undang-Undang PPN Pasal 11 ayat 1, yaitu :

Terutangnya pajak terjadi pada saat :
  1. Penyerahan Barang Kena Pajak
  2. Impor Barang Kena Pajak
  3. Penyerahan Jasa Kena Pajak
  4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean
  5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean
  6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud
  7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud

Berdasarkan keterangan Pasal 11 ayat 1 diatas, maka saat terutangnya PPN hanya pada saat barang atau jasa tersebut diserahkan. Bagaimana jika ternyata dilakukan pembayaran terlebih dahulu atas suatu barang atau pekerjaan, atau memberikan uang muka terlebih dahulu atas barang atau jasa yang belum diserahkan ?

Atas transaksi seperti diatas maka didalam Pasal 11 ayat 2 dijelaskan :
Dalam hal pembayaran diterima sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean, saat terutangnya pajak adalah pada saat pembayaran.

Pembayaran yang dilakukan terlebih dahulu sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak maka harus dibuatkan Faktur Pajak. Begitu juga jika dilakukan pembayaran Uang Muka atas suatu proyek, maka atas Uang Muka yang tersebut harus dibuatkan Faktur Pajak.

Banyak kasus yang terjadi saat pengerjaan suatu proyek atau pembelian suatu barang dengan uang muka tidak diterbitkan Faktur Pajak, perusahaan menunggu sampai pekerjaan selesai dilakukan atau menunggu sepenuhnya barang diserahkan.

Dengan memahami konsep saat terutangnya PPN berdasarkan Undang-Undang PPN maka atas Uang Muka ataupun pembayaran sepenuhnya sebelum adanya penyerahan barang kena pajak atau pemanfaatan jasa kena pajak, perusahaan harus mematuhinya.