Cari Disini

Friday, July 22, 2011

Denda Telat Bayar PPh Pasal 21 & 23

Denda dikenakan atas keterlambatan pembayaran PPh terutang. Besarnya denda yang dikenakan adalah sebesar 2% per bulan hingga tanggal pembayaran, maksimal 24 bulan atau 48%, dan bagian dari bulan dihitung 1 bulan. Denda sebesar 2% bukan hanya untuk PPh Pasal 21 & 23 saja, tetapi untuk pembayaran SPT Masa artinya untuk pembayaran pajak tiap bulan.

Dari penjelasan singkat dalam undang-undang tentang denda sebesar 2%, ternyata masih banyak yang sulit memahami perhitungan denda tersebut. Muncul beberapa pertanyaan :
  1. Seandainya saya telat bayar untuk masa pajak bulan Februari 2011 yang seharusnya saya bayar tanggal 10 Maret 2011 tetapi baru saya bayar tanggal 15 Maret 2011 tanpa membayar dendanya. Apakah denda tersebut hanya dihitung 1 bulan, artinya 1x2%xJumlah Pajak ? atau denda tersebut dihitung lagi 2% untuk bulan berikutnya sampai saya membayar denda tersebut ?
  2. Apa maksud dari bagian dari bulan dihitung 1 bulan ?

Uraian berikut semoga dapat membantu menjawab pertanyaan tersebut :
PPh yang terutang untuk SPT Masa PPh harus dibayar paling lambat tanggal 10 Bulan berikutnya dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 Bulan berikutnya. Misalnya PPh yang terutang untuk masa pajak Februari 2011 sebesar Rp.50.000.000,00 dan dibayar pada tanggal 15 Maret 2011. Maka perhitungan denda yang harus dibayar adalah sebesar ( Rp.50.000.000,00 x 2% ) x 1 = Rp.1.000.000,00 walaupun denda tersebut belum dibayar hingga bulan Mei 2011, tetap terutang denda Rp.1.000.000,00. Karena denda dihitung sampai dengan tanggal pembayaran pajak, bukan sampai dengan pembayaran denda.

Kemudian, jika PPh yang terutang tersebut dibayar pada tanggal 15 April 2011, maka denda yang harus dibayar adalah sebesar : ( Rp.50.000.000,00 x 2% ) x 2 = Rp.2.000.000,00.

Maksud dari 1 bulan adalah jumlah hari dari bulan kalender yang bersangkutan, misalnya tanggal 22 Juni s/d 21 Juli 2011. Sedangkan yang dimaksud dari "bagian dari bulan" adalah jumlah hari yang tidak mencapai 1 bulan penuh, misalnya tanggal 22 Juni 2011 s/d 5 Juli 2011. Jadi bagian dari bulan tersebut tetap dihitung 1 bulan.

Kapan seharusnya bayar denda tersebut ?
Sepanjang yang saya ketahui, tunggu sampai adanya STP (Surat Tagihan Pajak) dari kantor pajak, karena untuk membayar denda tersebut harus mengisi Nomor STP, SKPKB, atau SKPKBT. (Mohon koreksi).

Thursday, July 21, 2011

PPh atas Sewa Tanah & Bangunan

Sewa tanah dan / atau bangunan merupakan jenis jasa yang dikenakan PPh Final, yaitu PPh Pasal 4 ayat (2). Subjek pajak atas tanah dan / atau bangunan adalah orang pribadi atau badan, sehingga pengenaan pajak atas sewa tanah dan / atau bangunan tersebut sama antara wajib pajak orang pribadi (WPOP) atau wajib pajak badan (WP Badan), dan antara wajib pajak dalam negeri maupun wajib pajak luar negeri.

Objek pajak atas sewa tanah dan / atau bangunan adalah penghasilan yang diterima oleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominimum, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri.

Besarnya tarif atas sewa tanah dan / atau bangunan tersebut adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan / atau bangunan.

Pihak pemotong pajak adalah :
  • Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, kerjasama operasi, dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
  • WP Pribadi dalam negeri yang ditunjuk, terdiri dari :
    • Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
    • WP Pribadi dalam negeri yang menjalankan usaha dan menyelenggarakan pembukuan.
    Apabila pihak penyewa adalah wajib pajak pribadi selain disebutkan diatas atau penyewa adalah bukan subjek pajak, maka PPh yang terutang atas sewa wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan.

    Thursday, July 14, 2011

    Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21

    Berikut adalah jenis penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan PPh Pasal 21 :

    • Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
    • Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit);
    • Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
    • Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
    • Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Psl 3(1) UU PPh). Ketentuannya di atur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 246/PMK.03/2008

    Beasiswa yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 21 adalah :
    • Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat Pendidikan Dasar, Pendidikan menengah, dan Pendidikan Tinggi.
    • Ketentuan diatas (Nomor 1), tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa dengan Pemilik, Komisaris, Direksi, atau Pengurus dari Pihak pemberi beasiswa.
    • Komponen beasiswa yang dipotong PPh Pasal 21 adalah biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah (tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai dengan daerah lokasi tempat belajar.

    Contoh Perhitungan PPh 21 Jasa Tenaga Ahli

    Seperti telah dijelaskan pada posting sebelumnya tentang PPh Pasal Bukan Pegawai bahwa ada 2 (dua) cara untuk menghitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai, yaitu Penghasilan Bruto dikurangi dengan PTKP dan Penghasilan Bruto tanpa dikurangi PTKP. Baca kembali ketentuannya.

    Berikut diberikan contoh perhitungan masing-masing.

    Contoh 1 : Tanpa dikurangi PTKP

    Mr. X adalah seorang tenaga ahli yang dipekerjakan oleh pada PT. ABC pada bulan Januari 2011. Mr. X menerima penghasilan lain dari PT. XYZ. Penghasilan Mr. X dihitung berdasarkan jumlah hari kerja. Gaji yang diberikan per hari adalah sebesar Rp.5.000.000,00.
    Bulan Januari 2011 Mr. X bekerja selama 4 hari. Berapa PPh 21 yang dipotong ?

    Jawab :
    Penghasilan Bruto Januari 2011: Rp.5.000.000,00 x 4 hari = Rp.20.000.000,00

    DPP = Rp.20.000.000,00 x 50%
    PKP = Rp.10.000.000,00
    PPh 21 = Rp.10.000.000,00 x 5% = Rp.500.000,00

    Dalam hal Mr.X tidak memiliki NPWP, PPh 21 yang dipotong adalah :
    Rp.500.000,00 x 120% = Rp.600.000,00 (20% lebih tinggi).

    Contoh 2 : Dikurangi PTKP

    Berdasarkan contoh 1, Mr. X Menikah tanpa ada tanggungan. Mr.X hanya menerima penghasilan dari PT. ABC. Bulan januari bekerja selama 4 hari, bulan Februari bekerja selama 10 hari, dan bulan Maret bekerja selama 15 hari. Berapa PPh 21 yang dipotong pada bulan Januari, Februari, dan Maret ?

    Jawab :
    Januari :
    Penghasilan Bruto = Rp.5.000.000,00 x 4 hari = Rp.20.000.000,00
    DPP = Rp.20.000.000,00 x 50% = Rp.10.000.000,00
    DPP Kumulatif = Rp.10.000.000,00
    PKP = Rp.10.000.000,00 - Rp.1.430.000,00 (1.320.000 + 110.000) = Rp.8.570.000.00
    PPh 21 = Rp.8.570.000,00 x 5% = Rp.428.500,00

    Februari :
    Penghasilan Bruto = Rp.5.000.000,00 x 10 hari = Rp.50.000.000,00
    DPP = Rp.50.000.000,00 x 50% = Rp.25.000.000,00
    DPP Kumulatif = Rp.10.000.000,00 + Rp.25.000.000,00 = Rp.35.000.000,00
    PKP = Rp.25.000.000,00 - Rp.1.430.000,00 (1.320.000 + 110.000) =Rp.23.570.000,00
    PPh 21 = Rp.23.750.000,00 x 5% = Rp.1.187.500,00

    Maret :
    Penghasilan Bruto = Rp.5.000.000,00 x 15 hari = Rp.75.000.000,00
    DPP = Rp.75.000.000,00 x 50% = Rp.37.500.000,00
    DPP Kumulatif 1 = Rp.35.000.000,00 + Rp.15.000.000,00 = Rp.50.000,000,00
    (seharusnya Rp.35.000.000,00 + Rp.37.500.000,00 tetapi harus disesuaikan sampai batas maksimum tarif PPh Pasal 17 untuk lapisan pertama 5% sebesar Rp.50.000.000,00)

    Perhitungan :
    DPP 1 = Rp.30.000.000,00 x 50% = Rp.15.000.000,00
    DPP Kumulatif = Rp.35.000.000,00 + Rp.15.000.000,00 = Rp.50.000.000,00
    PKP = Rp.15.000.0000 - Rp.1.430.000,00 (1.320.000 + 110.000) = Rp.13.570.000,00
    PPh 21 = Rp.13.570.000,00 x 5% = Rp.678.500,00

    DPP 2 = (Rp.75.000.000,00 - Rp.30.000.000,00) x 50% = Rp.22.500.000,00
    DPP Kumulatif = Rp.50.000.000,00 + Rp.22.500.000,00 = Rp.77.500.000,00
    PKP = Rp.22.500.000,00 - Rp.1.430.000,00 (1.320.000 + 110.000) = Rp.21.070.000,00
    PPh 21 = Rp.21.070.000,00 x 15% = Rp.3.160.500,00

    PPh 21 Bulan Maret = Rp.678.500,00 + Rp.3.160.500,00 = Rp.3.839.000,00